Pengelolaan
Obat
Pengelolaan
obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang menyangkut aspek perencanaan/
seleksi, pengadaan, pendistribusian dan penggunaan obat dengan memanfaatkan
sumber-sumber yang tersedia seperti tenaga, dana, sarana dan perangkat lunak
(metoda dan tatalaksana) dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan.
Seleksi : meliputi kegiatan penetapan masalah
kesehatan, keadaan sosial ekonimi masyarakat, pemilihan jenis obat, serta
penetapan jenis obat apa yang harus tersedia.
Pengadaan : meliputi perhitungan kebutuhan dan
perencanaan pengadaan, pemilihan cara pengadaan, pelaksanaan pembelian,
penerimaan dan pemeriksaan serta melakukan jaminan mutu
Distribusi : meliputi kegiatan pengendalian
persediaan obat, dan penyimpanan
Penggunaan : pelayanan farmasi.
Untuk
terlaksananya pengelolaan obat dengan efektif dan efisien perlu ditunjang
dengan sistem informasi manajemen obat untuk
menggalang keterpaduan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pengelolaan obat. Dengan
adanya sistem ini pelaksanaan salah satu kegiatan pengelolaan obat dapat dengan
mudah diselaraskan dengan yang lain. Selain itu, berbagai kendala yang
menimbulkan kegagalan atau keterlambatan salah satu kegiatan dengan cepat dapat
diketahui, sehingga segera dapat ditempuh berbagai tindakan operasional yang
diperlukan untuk mengatasinya.
Obat Generik
dan Obat Paten
Obat Paten : obat jadi dgn nama dagang yg terdaftar atas
nama si pembuat (pabrik) atau yg dikuasakannya, dan dijual dalam bungkus asli
dari pabrik pembuatnya.
Contoh : Amoxan kapsul, Erysanbe Chewable,
Obat generik : obat dgn nama resmi sesuai tercantum dalam
farmakope Indonesia untuk zat yg berkhasiat
Contoh : Amoxicilin, Eritromisin,
Beberapa pertanyaan yang sering
muncul dan jawabannya
1. Apakah obat generik mempunyai khasiat yang sama dengan obat paten?
= Ya, obat generik mempunyai khasiat yang sama dengan obat paten. Baik obat
generik maupun obat paten mempunyai kandungan yang sama, dan keduanya mempunyai
khasiat yang sama.
2. Apakah mutu obat generik sama
dengan obat paten?
= Sebelum menjawab pertanyaan ini saya ingin menegaskan satu hal. Obat Generik
adalah obat yang bermutu tinggi dan telah melalui quality control yang sangat
ketat. Obat generic adalah obat yang berkualitas.
Nah, masalah apakah obat paten lebih bermutu? Ada yang lebih bermutu, ada yang
sama saja. Beberapa obat paten mempunyai teknologi yang mereka kembangkan
sendiri dan sudah dipatenkan yang tidak terdapat pada obat generik. Misalnya
saja Eritromisin generik tidak dikunyah, namun Erisanbe Chewable bisa dikunyah
dan bagi beberapa orang cara ini lebih nyaman dan efektif. Beberapa obat paten
juga memiliki teknologi untuk mengurangi bau obat yang mungkin bisa membual
beberapa orang mual. Obat Paten tertentu juga memiliki sistem “pelepasan
berkala” di mana obat akan larut perlahan-lahan, sehingga obat yang sebelumnya
harus diminum 3 kali sehari bisa diminum satu kali saja pada pagi hari dengan
tekhnologi “pelepasan berkala” ini
3. Mengapa harga obat generik lebih
murah?
a. Tidak terkena pajak
b. Tidak menganggung biaya promosi
c. Tidak menanggung biaya distribusi (ditanggung oleh pemerintah)
d. Disubsidi, bahkan ada beberapa yang “dijual rugi”
4. Bila Obat generik memang
bagus, mengapa dokter lebih sering meresepkan obat paten
= Ada beberapa sebab, mari kita bahas satu-persatu
a. Tidak semua obat sudah keluar versi generiknya : Pemerintah akan memberi
kesempatan pada perusahaan farmasi untuk meraup untung demi menutup biaya riset
mereka. Maka itu obat-obat baru kadang belum ada versi generiknya
b. Obat Generik adalah obat bersubsidi, maka dari itu penggunaan subsidi ini
harus disalurkan pada orang yang tepat pula.
c. Efek placebo : Kadang pasien yang diberi obat generik tidak merasa puas
karena pasien merasa “lebih mahal lebih baik”, atau “Ada rupa ada harga”. Maka
itu kadang dokter lebih suka meresepkan obat paten
Narkotika itu
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman yang tumbuh di alam dan yang
bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, zat ini dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, mengubah perilaku dan emosi
seseorang, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, zat ini
sangat berbahaya karena bisa menimbulkan ketergantungan atau ketagihan
(kecanduan).
Psikotropika adalah
zat/obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf
pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, kelainan perilaku seseorang yang mengonsumsi
zat psikotropika ini biasanya disertai dengan munculnya halusinasi (mengkhayal), ilusi,
gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan yang menyebabkan
ketergantungan, zat ini pun memiliki efek stimulan atau perangsang bagi para
pemakainya.
Ø Narkotika mempengaruhi kesadaran,
sedangkan psikotropika tidak mempengaruhi kesadaran
Ø Psikotropika bersifat psikoaktif
Ø Narkotika (dalam dosis besar
biasanya digunakan untuk analgetika kuat) karena ini berja langsung ke reseptor
opiat.
Ø Psikotropika biasanya dipakai
untuk mengatasi penyakit yang berhubungan dengan mental.
Ø Narkotika golongan 1 dan
psikotopika golongan 1 sama-sama hanya boleh digunakan untuk pengembangan ilmu
pengetahuan
Ø Untuk pelaporannya, narkotika
wajib dilakukan 1 x sebulan dan psikotropika boleh 1x 3 bulan
Ø Pemesanannya, narkotika 1
item/1lembar SP dan psikotropika boleh beberapa item/1lembar SP
Ø Narkotika hanya dipesan melalui
perusahaan yang telah telah ditunjuk
Ø Psikotropika hanya dipesan
melalui PBF yang memiliki izin psikotropika
Ø Namun kedua obat ini dapat menyebabkan KETERGANTUNGAN dan
jangan sembarangan dalam pemakaiannya!!!!
Tugas
Farmasis sebagai Pengelola Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit
Perencanaan perbekalan farmasi
adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan perbekalan
farmasi di rumah sakit.
Adapun
cakupan pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit meliputi : perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemberian obat,
pengendalian, penghapusan, pelaporan dan evaluasi
Tujuan
perbekalan farmasi untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai
dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Tahapan perencanaan kebutuhan perbekalan
farmasi meliputi:
1.
Pemilihan
Fungsi
pemilihan adalah untuk menentukan apakah perbekalan farmasi benar-benar di
perlukan sesuai dengan jumlah pasien/kunjungan dan pola penyakit dirumah sakit.
Kriteria
pemillihan kebutuhan obat yang baik meliputi:
a. Jenis obat yang dipilih
seminimal mungkin dengan cara menghindari kesamaan Janis
b. Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi
mempunyai efek yang lebih baik di banding obat tunggal
c. Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat
pilihan (drug of choice) dari penyakit yang prevalensinya tinggi
Pemilihan
obat di Rumah Sakit Stroke Nasional merujuk kepada Daftar Obat Essensial
Nasional (DOEN) sesuai dengan kelas type B yang di dapat oleh rumah sakit ini,
Formularium RS, Formularium jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin, Daftar
Plafon Harga Obat(DPHO) Askes dan jaminan social Tenaga Kerja (Jamsostek).
Sedangkan pemilihan alat kesehatan di rumah sakit ini berdasarkan dari data
pemakaian oleh pemakai, standar ISO, daftar harga alat, daftar alat kesehatan
yang dikeluarkan oleh Dirjen Binfar dan Alkes, serta spesifikasi yang
ditetapkan oleh rumah sakit
Kompilasi penggunaan
Kompilasi
penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui penggunaan bulanan
masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan selama setahun dan
sebagai data pembanding bagi stok optimum. Dan rumah sakit stroke nasional
untuk mengetahui penggunaan bulanan berdasarkan dari laporan bulanan yang
dibuat masing-masing ruang gudang, ruang produksi dan steril.
Informasi
yang didapat dari kompilasi penggunaan perbekalan farmasi adalah:
1.
Jumlah
penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi pada masing-masing unit pelayanan
2.
Persentase
penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi terhadap total penggunaan setahun
seluruh unit pelayanan
3.
Penggunaan
rata-rata untuk setiap jenis perbekalan farmasi
4.
Perhitungan
kebutuhan
Pendekatan
perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui beberapa metoda:
1.
Metoda konsumsi
Perhitungan
kebutuhan dengan metode konsumsi didasarkan pada riel konsumsi perbekalan
farmasi periode yang lalu, dengan berbagai penyesuaian dan koreksi. Untuk rumah
sakit stroke nasional mengunakan metode konsumsi.
Beberapa
hal yang harus diperhatikan dalam rangka menghitung jumlah perbekalan farmasi
yang dibutuhkan:
1.
Pengumpulan
dan pengolahan data
2.
Analisa data
dan informasi dan evaluasi
3.
Perhitungan
dan perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi
4.
Penyesuain
jumlah kebutuhan perbekalan farmasi dengan alokasi dana
Ada
9 langkah untuk menentukan metoda konsumsi:
1.
Menentukan
pemakain nyata dalam 1 tahun
2.
Menghitung
kekurangan obat
3.
Menentukan
pemakaian rata-rata
4.
Menentukan
kebutuhan obat
5.
Menghitung
kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang
6.
Menghitung
kebutuhan waktu tunggu
7.
Menentukan
buffer stok
8.
Menentukan
jumlah obat
9.
Menentukan
jumlah obat yang di sediakan
2.
Metoda morbiditas/epidemiologi
Metode
epidemiologi merupakan salah satu metode perencanaan berdasarkan pola kunjungan
kasus penyakit.
Langkah-langkahnya
adalah :
1.
Menghitung
jumlah masing-masing obat untuk tiap satu penyakit
2.
Menghitung
kebutuhan obat tiap-tiap penyakit untuk satu tahun. Untuk satu jenis obat yang
digunakan untuk berbagai macam penyakit maka dihitung kebutuhan untuk
masing-masing penyakitnya. Jika ada satu penyakit yang menggunakan dua atau
lebih jenis obat, maka ditentukan persentase masing-masing penggunaannya.
3.
Menghitung
kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang
4.
Menghitung
kebutuhan waktu tunggu
5.
Menentukan
buffer stok
6.
Menentukan
jumlah obat
7.
Menentukan
jumlah obat yang di sediakan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan
kebutuhan obat di rumah sakit yang telah direncanakan dan disetujui.
Tujuan
pengadaan adalah : mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak,
dengan mutu yang baik, pengiriman yang tepat waktu, proses berjalan lanca dan
tidak butuh tenaga dan waktu berlebih.
Pengadaan
yang menjadi tanggungjawab instalasi farmasi adalah :
·
Obat-obatan
Paket Rumah sakit (missal : anastesi untuk operasi)
·
Cairan-cairan
(missal : nissol)
·
Obat-obatan
ASKES
·
Obat-obatan
regular
·
Alat
kesehatan
·
Alat-alat
radiologi/film rontgen
·
Alat-alat
kedokteran
·
Suku cadang
Penerimaan barang :
·
Barang
diterima oleh panitia penerima dan panitia penerima melakukan pemeriksaan
apakah sesuai dengan pemesanan, memeriksa tanggal expire date, jumlah, adakah
kerusakan atau tidak.
·
Jika barang
sudah dinyatakan sesuai maka barang akan masuk gudang dengan pencantuman tanda
terima.
·
Untuk
obat-obat ASKES, barang langsung dibawa ke gudang dengan menyertai fakturnya.
·
Jika barang
tidak sesuai atau mengalami kerusakan ataupun tanggal expire date terlalu dekat
maka dilakukan retur
Pencatatan :
·
Pencatatan
dilakukan di buku Barang Masuk dan dicatat dikartu stok. Pencatatan juga
dilakukan dengan menggunakan system komputerisasi.
Penyimpanan :
·
Penyimpanan
dilakukan pada gudang dengan mengelompokkan obat-obat berdasarkan jenisnya.
Obat tablet diletakkan bersamaan dengan obat-obat tablet. Begitu juga halnya
obat-obatan dalam bentuk larutan dan injeksi serta alat-alat kesehatan.
Penyusunan obat-obatan hendaklah berdasarkan alphabet. Dan penyimpanan obat
harus merujuk kepada farmakope.
Distribusi :
System
pengeluaran obat-obatan dilakukan berdasarkan FIFO (first in first out).
Pengeluaran
barang ditulis di daftar mutasi barang dan dilakukan pencatatan di kartu stok
dan secara komputerisasi.
Pelaporan :
·
Pelaporan
dilakukan setiap bulan yang dibuat oleh kepala gudang dan disetujui oleh
apoteker.
A. Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
IFRS dalam
melaksanakan tugasnya berdasarkan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit yang
dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan
tahun 2004 dan eveluasinya mengacu pada Pedoman Survei Akreditasi Rumah Sakit
yang digunakan secara rasional, di samping ketentuan maasing-masing rumah sakit
(Depkes RI, 2004, http://dinkes-sulsel.go.id, diakses tanggal 20 Juli 2010).
Tugas IFRS antara lain:
1. Melangsungkan
pelayanan farmasi yang optimal.
2. Menyelenggarakan
kegiatan pelayanan farmasi professional berdasarkan prosedur kefarmasian dan
etik profesi.
3. Melaksanakan
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
4. Memberi
pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk meningkatkan mutu
pelayanan farmasi.
5. Melakukan
pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku
6. Menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi.
7. Mengadakan
penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.
8. Memfasilitasi
dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit
(Depkes RI, 2004, http://dinkes-sulsel.go.id, diakses tanggal 20 Juli 2010).
Fungsi IFRS antara lain:
1. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a. Memilih
perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit yang merupakan proses
kegiatan sejak meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit,
identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan
dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan
memparbaharui standar obat.
b. Merencanakan
kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal yang merupakan proses kegiatan
dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan
kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan
metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah
ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan
epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
c. Mengadakan
perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai
ketentuan yang berlaku
d. Memproduksi
perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit
yang merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk, dan pengemasan kembali
sediaan farmasi steril dan nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
e. Menerima
perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku
f. Menyimpan
perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian
g. Mendistribusikan
perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit (Depkes RI, 2004,
http://dinkes-sulsel.go.id, diakses tanggal 20 Juli 2010).
2. Pelayanan
Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
a. Mengkaji
instruksi pengobatan/resep pasien yang meliputi kajian persyaratan
administrasi, persyaratan farmasi, dan persyaratan klinis.
b. Mengidentifikasi
masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan.
c. Mencegah
dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan.
d. Memantau
efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan.
e. Memberikan
informasi kepada petugas kesehatan, pasien atau keluarga pasien.
f. Memberi
konseling kepada pasien atau keluarga pasien.
g. Melakukan
pencampuran obat suntik
h. Melakukan
penyiapan nutrisi parenteral
i. Melakukan
penanganan obat kanker
j. Melakukan
penentuan kadar obat dalam darah
k. Melakukan pencatatan setiap kegiatan
l. Melaporkan setiap kegiatan (Depkes
RI, 2004, http://dinkes-sulsel.go.id, diakses tanggal 20 Juli 2010).
B. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Struktur organisasi IFRS dapat berkembang dalam tiga
tingkat yaitu:
1. Manajer
tingkat puncak bertanggung jawab untuk perencanaan, penerapan, dan pemfungsian
yang efektif dari sistem mutu secara menyeluruh.
2. Manajer
tingkat menengah, kebanyakan kepala bagian/unit fungsional bertanggung jawab
untuk mendesain dan menerapkan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan mutu
dalam daerah/bidang fungsional meraka, untuk mencapai mutu produk dan pelayanan
yang diinginkan.
3. Manajer
garis depan terdiri atas personel pengawas yang langsung memantau dan
mengendalikankegiatan yang berkaitan dengan mutu selama bebagai tahap memproses
produk dan pelayanan. (Siregar, 2004:48)
Bagan
organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas, koordinasi dan
kewenangan serta fungsi. Kerangka organisasi minimal mengakomodasi
penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik dan manajemen
mutu, dan harus selalu dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap
menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Struktur organisasi disesuaikan dengan
situasi dan kondisi rumah sakit. (Depkes RI, 2004, http://dinkes-sulsel.go.id,
diakses tanggal 20 Juli 2010).
By : Ahmad Zaid Rahman